Puisi Goenawan Mohamad
9 Des 2022
Add Comment
PUISI GOENAWAN MOHAMAD - Membaca puisi Goenawan Mohamad sama seperti membaca kehidupan manusia sehari-hari. Goenawan Muhamad dengan apik menulis puisi-puisinya berdasarkan pengalamannya melihat keadaan alam sekitar dengan potret aktifitas human di dalamnya.
Tidak hanya itu, Goenawan Mohamad sangat lihai memainkan diksi-diksi yang berasal dari alam semesta, yang diramu kebanyakan menggunakan majas personifikasi. Setiap benda-benda itu kemudian dimasukan ruh kata, agar benda itu menjelma sebagai bentuk sifat-sifat manusia.
Oleh karena alasan puisi Goenawan Mohamad-lah, saya menyukai puisi, hingga puisi dengan sangat mudahnya saya tulis, dengan menggunakan metode-metode khusus yang dipakai Goenawan Mohamad.
Puisi Goenawan Mohamad, bisa dikatakan sebagai medium dan tools bagi saya untuk mempelajari puisi-puisi yang kental dengan majas personifikasi, selebihnya, saya sering menemukana metafora dalam puisi-puisinya.
Kali ini, saya tidak akan menganalisa puisi Goenawan Mohamad, tetapi saya akan sedikit berbagi puisi-puisi yang ditulis Goenawan Mohammad, yang pernah saya baca dalam buku puisi Asmarandana karya Goenawan Mohamad.
Puisi Goenawan Mohamad
DI MUKA JENDELA
Di sini
cemara pun gugur daun. Dan kembali
ombak-ombak hancur terbantun.
Di sini
kemarau pun menghembus bumi
menghembus pasir, dingin dan malam hari
ketika kedamaian pun datang memanggil
ketika angin terputus-putus di hatimu menggigil
dan sebuah kata merekah
diucapkan ke ruang yang jauh: -- Datanglah!
Ada sepasang bukit, meruncing merah
dari tanah padang-padang yang tengadah
tanah padang-padang tekukur
di mana tangan-hatimu terulur. Pula
ada menggasing kincir yang sunyl
ketika senja mengerdip, dan di ujung benua
mencecah pelangi:
Tidakkah siapa pun lahir kembali di detik begini
ketika bangkit bumi,
sajak bisu abadi,
dalam kristal kata
dalam pesona?
1961
SURAT CINTA
Bukankah surat cinta ini ditulis
ditulis ke arah siapa saja
Seperti hujan yang jatuh rimis
menyentuh arah siapa saja
Bukankah surat cinta ini berkisah
berkisah melintas lembar bumi yang fana
Seperti misalnya gurun yang lelah
dilepas embun dan cahaya
1963
BERJAGA PADAMUKAH
LAMPU-LAMPU INI, CINTAKU
Berjaga padamukah lampu-lampu ini, cintaku
yang memandang tak teduh lagi padamu
Gedung-gedung memutih memanjang
membisu menghilang dari sajakku
Tapi kita masih bisa mencinta, jangan menangis
Tapi kita masih bisa menunggu. Raja-raja akan lewat
dan zaman-zaman akan lewat
Sementara kita tegak menghancur 1000 kiamat
1963
GEMURUH LAUT MALAM HARI
Gemuruh laut malam hari adalah gemuruh cemara
di siang, di padang-padang
Bertahan sepi antara daun dan cabang
Dan sepi itu satu saja, satu suara
tak menyebut nama-nama
Gemuruh laut malam hari adakah ia cinta
gemuruh angkasa
gemuruh kereta-kereta larut senja?
Barangkali seseorang memandang jauh di sana
Tapi tak ada pernah menyapa: Hanya angin yang
turun di bahunya
1964
LANSKAP
Saya di sini bukan untuk jejak hujan
yang panjang. ‘T'api ada sebuah bangkai
yang terlipat dalam lumpur. Dan
seekor burung bertengger di atasnya.
Saya di sini bukan untuk alam
yang rongsokan. Tapi ada seekor anjing
yang menghirup udara busuk, lalu meraung
dan ulat-ulat berbaris di kakinya.
Apakah waktu sebetulnya,
apakah duka. Di bangkai itu berkilau
arloji; berdetik saja ia
sejak tadi.
1976
PAGI
Gerimis seperti jarum-
jarum jatuh. Pada seng
dan subuh, seribu gugur
dari sebuah jam yang jauh
Kelelawar pun menjerit
luka; tertusuk
pada matanya. Aku telah lihat darahnya
Dan bayang pada lari
meskipun tak ada tempat
sembunyi. Meskipun tak ada
tempat sembunyi.
1976
Biografi Singkat Goenawan Mohamad
Goenawan Mohamad dilahirkan di Batang (Jawa Tengah) 29 Juli 1941. Mengikuti pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1960-1964), di College d'Europe, Brugge, Belgia (1965/1966). Di tahun 1989-1990 mendapat fellowship di Universitas Harvard, Amerika Serikat.
Ia pernah menjadi wartawan Harian Kami (1966-1970), anggota Dewan Kesenian Jakarta (1968-1971), pemimpin redaksi majalah Ekspres (1970-1971), anggota Badan Sensor Film (1969-1970), redaktur Majalah Horison (1967-1972), dan pemimpin redaksi majalah Zaman (1979-1985).
Penanda tangan "Manifes Kebudayaan" ini pernah menerima Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1973),
Hadiah Sastra ASEAN (1981), dan Hadiah A. Teeuw (1992).
Karyanya: Pariksit (kumpulan sajak, 1971), Potret Seorang Penyair Muda sebagai st Malin Kundang (kumpulan esei, 1972), Interlude (kumpulan sajak, 1973), Seks, Sastra, Kita (kumpulan esel, 1980), dan Catatan Pinggir 1, 2 dan 3 (kumpulan esel, 1982, 1989, dan 1991).
Sejak tahun 1971 hingga sekarang 1a menjadi pemimpin redaksi majalah Tempo.
Penutup
Puisi Goenawan Mohamad selalu menjadi tempat terbaik bagi para penyair yang tengah belajar menulis puisi. Dahulu kala saya pun sering belajar menulis puisi dari membaca puisi-puisinya Goenawan Mohamad.
Demikian beberapa puisi Goenawan Mohamad yang saya persembahkan untuk pembaca semuanya. Semoga bermanfaat, dan bisa dijadikan referensi dan pembelajaran menulis puisi dengan metode menulis puisi dengan menggunakan majas personifikasi. Salam, Ihsan Subhan.
0 Response to "Puisi Goenawan Mohamad"
Posting Komentar
tulis komentar anda yang paling keren di sini