Puisi Masih Mengisi: Menulis Atau Tidak Menulis, Kita Tetap Sebagai Penulis
1 Mar 2022
25 Comments
Menulis adalah hobi saya yang dewasa ini sebenarnya masih saya lakukan. Orang-orang yang mengenali saya, mungkin akan terkesan bahwa saya sudah meninggalkan hobi mulia saya untuk menulis. Jika benar dugaan saya terhadap persepsi orang-orang terhadap saya benar. Maka, saya katakan itu salah.
Sebenarnya saya masih tetap menulis. Saya sering menulis puisi tanpa dipublikasikan di media sosial atau blog. Saya sering membuat puisi di dalam hati saya. Ketika saya merenung sebelum tidur, bersantai di rumah, bahkan selagi istirahat sambil menunggu pekerjaan datang kembali.
Selain itu, sebenarnya saya pun masih tetap menulis dalam bekerja. Karena pekerjaan saya sangat kental dan mendorong saya untuk menulis. Artinya, pekerjaan saya memang di bidang tulis-menulis (maaf tidak begitu rinci saya menceritakannya secara teknis pekerjaan menulis saya).
Jadi, menulis tidak akan lepas dari kehidupan saya saat ini, sampai kelak. Sebab menulis bagi saya, kini telah menjadi mata pencaharian yang sangat vital bagi saya sebagai seorang ayah dari dua anak perempuan.
Saya menyadari, saya semakin tua. Anak-anak yang sudah mulai tumbuh besar, keponakan-keponakan bertambah, adik-adik sepupu sudah selesai sekolah, selebihnya ada juga yang baru menikah.
Dulu, saya sering mendapati kecemasan, dalam pikiran saya dihantui dengan pertanyaan kekhawatiran yang berlebihan, "bagaimana jika suatu saat saya tidak bisa lagi menulis, dan tidak bisa lagi membuat puisi seindah kala sering dimuat di halaman media masa?"
Namun hasil dari perenungan yang dalam, kecemasan itu sudah saya tepiskan. Karena meski karya saya tidak sesering dahulu sewaktu giat dipublikasikan, tetapi saya masih bisa menulis. Minimal untuk diri sendiri dan keluarga. Selebihnya, saya sering menulis untuk publik tanpa disebutkan nama asli saya.
Kini jenis tulisan yang saya buat, tidak hanya puisi dan esai sastra saja. Tapi diimbangi dengan menulis karya jurnalistik. Dan itu karena memang kewajiban dari rutinitas pekerjaan saya.
Sebenarnya saya kangen dengan fokus menulis karya sastra untuk dipublikasikan di media, baik online maupun koran. Tetapi saya menyadari bahwa kemampuan saya memang terbatas. Waktu saya tidak lagi lengang seperti dulu. Kondisi politik di kota saya pun, berpegaruh terhadap aktivitas bersastra saya. Dan alasan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Waktu luang saya, terkadang dipakai juga bersama keluarga, terlebih memberikan pendidikan moral dan materi pelajaran sekolah. Salah satu hikmah pandemi bagi saya adalah; bahwa saya sekarang lebih bisa memperhatikan anak-anak dan keluarga. Meskipun pekerjaan saya dituntut waktu deadline. Tetapi saya selalu berusaha untuk bisa memperhatikan dan mengajak keluarga bergembira.
Jadi, kembali ke tajuk di atas. Saya katakan saya masih menulis. Sampai detik ini pun saya masih menulis; "Menulis Kehidupan" saya di bumi ini. Terima kasih. (Ihsan Subhan)
Sumber Foto: gramedia.com
Menulis adalah me time buat saya
BalasHapusMerasa menemukan dunia yang tenang saat menulis
Saya menikmati setiap prosesnya
Dan ya... seiring bertambahnya umur, arah tulisan kita juga terasa makin berbeda
Bukan lagi curhat2an ala remaja yang labil, jatuh cinta dan sejenisnya
Teruslah menulis, kak
Tinggalkan jejak karya terbaik untuk kenangan baik
Menarik nih komentarnya, "tinggalkan jejak karya terbaik, untuk kenangan baik" thanks ya
HapusSenada dengan dinamika hidup saya nih, duluuuu pas kuliah seringkalo saya dapet uang jajan dari nulis puisi, sekarang uang jajannya dari nulis nonfiksi.
BalasHapusYups... Harusnya nulis puisi di koran atau di media online, kini lebih diperhatikan untuk honornya yang besar. Yang sampai saat ini masih besar cuma kompas dan tempo. Itu pun skrg sudah jarang setiap minggu. sekali. Hiks
Hapusterus ayunkan pena dan teruslah merangkai kata dan cerita di bumi ini kang. Sebagai kenangan kelak supaya bisa menjadi cerita anak cucu
BalasHapusNah ini, persis sama dengan pandanganku soal menulis. Nuhun kang.
HapusKeren, Mas, bisa konsisten bahas sastra. Saya awal-awal bikin blog juga isinya puisi dan cerpen, tapi akhirnya kecampur sama tulisan lain, hehe.. Puisi sama cerpennya ntar mau dibikinin blog lagi ah..
BalasHapusMantap! Kita punya kesamaan juga ternyata. Hehe
HapusWah seandainya ada pelatihan khusus untuk bisa menulis diplatform lain seperti itu yaah, saya juga masih belum terlalu paham bagaimana recruirement dari penulisan di media online maupun cetak..
BalasHapusSebenarnya hampir di setiap koran ada bewara untuk pengiriman naskah. Naskah yang berhasil dikurasi dan dipublish, kita dapat honor. Apalagi di media nasional.
HapusBikin postingan ini juga masih nulis kannn... tetap semangat aja, mau nulis dengan media apa saja. Menulis itu kebutuhan diri kita sendiri, bukan untuk penanda eksistensi.
BalasHapusSetuju banget mbak. Apapun medianya. Bahkan menulis dalam hati lebih efisien juga yak. Hehe...
HapusSayang banget Kak. Kenapa nggak dikumpulin jadi di blog atau Kompasiana saja? Kalau di Kompasiana, saya amati, lumayan banyak juga yang masih suka menulis dan membaca puisi di sana. Saya pun sudah lama banget nggak nulis cerpen. Akhirnya saya post di sana. Dan ternyata memang banyak juga yang suka baca karya sastra di Kompasiana.
BalasHapusKlo untuk dipublish di media online, dan medsos kayanya sering. Namun kalau di koran, sudah lama banget gak ngirim. Apalagi kompasiana. Zaman tahun 2011an saya aktifnya.
HapusSaya jadi teringat Mas, dulu sering suka nulis puisi tapi sekarang udah jarang banget. ya karena kesibukan dan terutama tuntutan cari cuan buat keluarga, hehe. Nulis blogpost lebih banyak buat lomba atau curhatan, jarang berbentuk puisi atau karya sastra lain. Tapi Mas Subhan kan masih sempat nulis esai sastra, mantap itu, lanjutkan!
BalasHapusMenulis puisi untuk cuan di koran jadi terhambat, karena koran skrg sudah tidak laku, rubrik sastra sudah jarang, dan honor utk penyair tidak naik naik. Hehe. Makanya menulis puisi skrg hanya sekedar memenuhi kewajiban hati dan hoby saja.
HapusSemangat, Kak. Menulislah maka kamu ada, begitu kan yaa...Bisa dimana saja, dalam bentuk apa saja, yang utama ada kebaikannya untuk diri dan sesama.
BalasHapusKalau enggak sempat bisa jadi prioritasnya sekarang sudah berbeda, nanti ada waktunya bisa lagi berkarya. Sukses ya untuk segala aktivitasnya:)
Eh mbak dian hadir lagi.. yes mbak. Menulis membuat kita ada dan diakui keberadaannya. Hahaha. Sukses juga buat mbak dian ya...
Hapussaya masih penasaran dengan judulnya nih kak. kok bisa menulis ataupun tidak termasuk sebagai penulis ya?
BalasHapusHarus dibaca sampai tuntas kayanya. Karena kalau baca judul saja, maka akan gagal paham, atau salah menafsirkan. Terima kasih.
HapusKakak ini nampak sekali sering dan suka menulisnya :D
BalasHapusSama kayak kakak, walaupun sibuk lakukan kegiatan yang lain aku juga nggak bisa kalau sehari aja nggak nulis, kayak menulis itu udah bagian dari diri kita, ada yang hilang rasanya kalau nggak menulis. Semangat terus ya kak menulis cerita kehidupan kakak ^^
Eh cantikaaaaaaa.... Ya sudah jadi bagian dari salah satu organ tubuh kayanya... Hehe.. gmn kabarmu?
HapusSaya salut banget sama orang" yang bisa mendapatkan uang dari hal-hal yang dia sukai. Apalagi kalau karyanya bermanfaat dan menginspirasi orang lain
BalasHapusnah itu diaaa, aku tidak merasa bisa bikin puisi, tetapi kebiasaan nulis blog jadinya dikenal teman-teman puitis. Ternyata memang sebagai penulis jadi terasah untuk jg puitis ya kak. Semoga kita bisa menginspirasi melalui tulisan.
BalasHapusMenulis adalah salah satu caraku juga untuk bisa menjadi manusia yg benar2 hidup. Dgn nulis, saya semakin ingin tahu banyak hal, terutama hal2 yg memang akan ditulis.
BalasHapus