Bersastra Sambil Traveling ke Kuala Lumpur dan Johor Malaysia (1)
14 Feb 2019
17 Comments
Catatan Pengalaman Pertama ke Malaysia
Oleh : Ihsan Subhan
Sudah jadi impian setiap orang untuk pergi ke luar negeri. Bagi orang kampung seperti saya, yang tinggal di Cianjur Jawa Barat, pergi ke Malaysia adalah hal yang membahagiakan. Terlebih, saya belum pernah ke luar negeri sebelumnya, dan sangat beruntung sekali pernah pergi ke luar negeri. Ya. Meski baru ke negara ASEAN, yang memakan biaya rendah, dan mungkin bagi pejabat, pengusaha sukses, bahkan artis, selebritis, negara Asia adalah negara yang sudah biasa dikunjungi, entah itu setiap liburan, atau pun pergi tersebab keperluan pekerjaan.
Kali ini, saya ingin sedikit mengulas pengalaman-pengalaman yang sempat saya lakukan di negri jiran itu. Sebelum kita pergi ke luar negeri, tentu saja, syarat yang pertama adalah harus memiliki Paspor. Sebelum saya pergi ke Kuala Lumpur, sangat beruntung sekali, setengah tahun sebelum keberangkatan, saya sudah memiliki paspor.
Niat saya memiliki Paspor, adalah untuk pergi ke Singapur, tapi gagal pergi, karena ada pekerjaan yang sulit untuk ditinggalkan, selebihnya, persiapan keuangan belum terlalu matang pada waktu itu. Akhirnya, Buku Paspor saya tidak terpakai, dan hanya disimpan di holder book saya.
Pertengahan Nopember tahun 2018 kemarin. Tiba-tiba ada email masuk yang berisi ajakan untuk menghadiri acara Festival Nelayan di Johor. Dalam email tersebut, saya diharuskan untuk konfirmasi kehadiran, dengan mendaftarkan diri ke panitia penyelenggara. Tanpa berpikir panjang, saya pun mengisi form registrastion online itu, dan secara otomatis, masuk ke calender google di akun gmail saya.
Acara Festival Nelayan itu, ternyata isinya adalah acara sastra, di sana tertera, ada kunjungan ke beberapa tempat di Johor dan menggiati apresiasi puisi, serta diskusi puisi dan bertemu para penyair dari sembilan negara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Rusia, Italia, Thailand, Myanmar, India) dan sastrawan negara Malaysia.
Akhirnya, pada tanggal enam Desember 2018, saya berangkat menggunakan pesawat murah Citilink. yang sudah dibooking tiga hari sebelum keberangkatan. Saya memesan tiket pesawat pulang pergi. Jakarta - Malaysia (Citilink), Kuala Lumpur - Jakarta (Air Asia).
Setiba di Kuala Lumpur International Airport (KLIA), orang Malaysia menyebut bandara dengan lapangan terbang. Haha. Sedikit aneh di telinga saya. Penggunaan diksi 'lapangan' dipakai oleh pesawat. Jika di Indonesia, kata 'lapangan' lazimnya dipakai untuk lahan olahraga dan atau tempat bermain saja.
Buat traveler, yang ingin terbang ke Malaysia, khususnya melalui bandar udara KLIA, jangan heran. Di sana bandaranya lebih mewah dari badara-bandara yang ada di pulau Jawa dan Sumatra. Perbandungannya Sumatra dan Jawa, soalnya saya baru menyinggahi badara-bandara yang ada di dua pulau itu. hehe.
KLIA sangat luas, bahkan lebih luas dari bandara Soekarno Hatta. Mulai dari Mall yang megah dan memiliki lantai yang bertingkat-tingkat. Saya perhatikan, banyak sekali barang-barang dan makanan yang dijual dan dipamerkan di sana. mulai dari makanan dari berbagai negara, sampai ke brand-brand clotihing mewah ada semua di sana. Untuk ulasan Mallnya saya akan tulis di bagian kedua dari catatan pengalaman saya ke Malaysia.
Dari KLIA ke Hotel Petaling Street - Pudu
Setiba di KLLA, saya langsung membeli kartu telepon selular, kumplit dengan paket telpon dan internetnya. Waktu itu saya membeli katu dengan merk "Hotlink". Buat teman-teman, kartu ini sangat recomanded banget menurut saya. Harganya cuma 25 ringgit. Dengan harga semurah itu, saya sudah bisa menikmati fasilitas intenet 2GB dan nelpon ke smua operator di Malaysia sekita 60 menit. Internet dan paket telpon tersebut dibatasi hanya 4 hari saja. Sangat sesuai dengan kebutuhan selama empat hari saya di Malaysia.
Tadinya untuk perjalanan saya dari KLIA ke Hotel China Town, akan menggunakan Grab. Tetapi ada perempuan sekitar umur 28 tahunan dari Surabaya, mengajak saya berangkat barsamaan. Sebab dirinya mau dijemput oleh suaminya yang bekerja di Kuala Lumpur. Saya pun sulit untuk menolak. Selain ngirit ongkos, saya pun masih kebingungan untuk menuju ke hotel yang sudah saya booking sebelumnya.
Selama perjalanan menuju ke China Town, Pudu, Kuala Lumpur, saya memperhatikan keadaan kota yang amat jauh berbeda di Indonesia. Yaitu, sulit menemukan sampah. Jalanan di perkotaannya sangat bersih. Meski sebenarnya di kota Cianjur pun ada beberapa jalan yang bersih, tetapi kalah bersihnya dengan Malaysia.
Selain bersih, di Malaysia, jarang sekali masyarakatnya menggunakan sepeda motor. Mereka pengendara mobil semua. Bahkan selama perjalanan itu pun saya perhatikan dengan teliti, saya tidak menemukan tempat parkir motor. Sekali saya menemuka pengendara motor. Motor yang dipakainya adalah motor Kawasaki Ninja.
Di pertengahan jalan menuju hotel saya, ternyata mobil milik suami perempuan Surabaya itu, mogok. Ada masalah di gigi mobilnya. Setelah berhenti sejenak, suaminya menelpon montir, bahasa dipakai untuk komunikasi, tentu saja paka bahasa melayu. Hanya menunggu lima menit, montir datang, dan mobil tengah diperbaiki. Hanya untuk memperbaiki mobilnya, harus dibawa ke bengkel si montir itu. Akhirnya kami memutuskan untuk naik Grab. Kami pun naik Grab berbarengan. Setelah sampai di hotel mewah dekat menara kembar Petronas, mereka ke luar dan membayar Grab tunai, dan untuk perjalanan dari menara Petronas ke Hotel Pudu China Town, tentu saja, saya dibiayi oleh suami mbak Surabaya itu. Bahkan ada kembaliannya, lumayan buat beli makan malam. (Bersambung...)
Tampaknya, catatan perjalanan saya, disudahi dulu sampai di sini. Nanti saya update lagi di postingan kedua, dan masih mengenai Malaysia.
Oleh : Ihsan Subhan
Sudah jadi impian setiap orang untuk pergi ke luar negeri. Bagi orang kampung seperti saya, yang tinggal di Cianjur Jawa Barat, pergi ke Malaysia adalah hal yang membahagiakan. Terlebih, saya belum pernah ke luar negeri sebelumnya, dan sangat beruntung sekali pernah pergi ke luar negeri. Ya. Meski baru ke negara ASEAN, yang memakan biaya rendah, dan mungkin bagi pejabat, pengusaha sukses, bahkan artis, selebritis, negara Asia adalah negara yang sudah biasa dikunjungi, entah itu setiap liburan, atau pun pergi tersebab keperluan pekerjaan.
Kali ini, saya ingin sedikit mengulas pengalaman-pengalaman yang sempat saya lakukan di negri jiran itu. Sebelum kita pergi ke luar negeri, tentu saja, syarat yang pertama adalah harus memiliki Paspor. Sebelum saya pergi ke Kuala Lumpur, sangat beruntung sekali, setengah tahun sebelum keberangkatan, saya sudah memiliki paspor.
Niat saya memiliki Paspor, adalah untuk pergi ke Singapur, tapi gagal pergi, karena ada pekerjaan yang sulit untuk ditinggalkan, selebihnya, persiapan keuangan belum terlalu matang pada waktu itu. Akhirnya, Buku Paspor saya tidak terpakai, dan hanya disimpan di holder book saya.
Pertengahan Nopember tahun 2018 kemarin. Tiba-tiba ada email masuk yang berisi ajakan untuk menghadiri acara Festival Nelayan di Johor. Dalam email tersebut, saya diharuskan untuk konfirmasi kehadiran, dengan mendaftarkan diri ke panitia penyelenggara. Tanpa berpikir panjang, saya pun mengisi form registrastion online itu, dan secara otomatis, masuk ke calender google di akun gmail saya.
Acara Festival Nelayan itu, ternyata isinya adalah acara sastra, di sana tertera, ada kunjungan ke beberapa tempat di Johor dan menggiati apresiasi puisi, serta diskusi puisi dan bertemu para penyair dari sembilan negara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Rusia, Italia, Thailand, Myanmar, India) dan sastrawan negara Malaysia.
Akhirnya, pada tanggal enam Desember 2018, saya berangkat menggunakan pesawat murah Citilink. yang sudah dibooking tiga hari sebelum keberangkatan. Saya memesan tiket pesawat pulang pergi. Jakarta - Malaysia (Citilink), Kuala Lumpur - Jakarta (Air Asia).
Setiba di Kuala Lumpur International Airport (KLIA), orang Malaysia menyebut bandara dengan lapangan terbang. Haha. Sedikit aneh di telinga saya. Penggunaan diksi 'lapangan' dipakai oleh pesawat. Jika di Indonesia, kata 'lapangan' lazimnya dipakai untuk lahan olahraga dan atau tempat bermain saja.
Buat traveler, yang ingin terbang ke Malaysia, khususnya melalui bandar udara KLIA, jangan heran. Di sana bandaranya lebih mewah dari badara-bandara yang ada di pulau Jawa dan Sumatra. Perbandungannya Sumatra dan Jawa, soalnya saya baru menyinggahi badara-bandara yang ada di dua pulau itu. hehe.
Keadaan Kuala Lumpur pada saat hujan gerimis sesaat,tampak Menara Petronas dan gedung-gedung tinggi lainnya |
KLIA sangat luas, bahkan lebih luas dari bandara Soekarno Hatta. Mulai dari Mall yang megah dan memiliki lantai yang bertingkat-tingkat. Saya perhatikan, banyak sekali barang-barang dan makanan yang dijual dan dipamerkan di sana. mulai dari makanan dari berbagai negara, sampai ke brand-brand clotihing mewah ada semua di sana. Untuk ulasan Mallnya saya akan tulis di bagian kedua dari catatan pengalaman saya ke Malaysia.
Dari KLIA ke Hotel Petaling Street - Pudu
Setiba di KLLA, saya langsung membeli kartu telepon selular, kumplit dengan paket telpon dan internetnya. Waktu itu saya membeli katu dengan merk "Hotlink". Buat teman-teman, kartu ini sangat recomanded banget menurut saya. Harganya cuma 25 ringgit. Dengan harga semurah itu, saya sudah bisa menikmati fasilitas intenet 2GB dan nelpon ke smua operator di Malaysia sekita 60 menit. Internet dan paket telpon tersebut dibatasi hanya 4 hari saja. Sangat sesuai dengan kebutuhan selama empat hari saya di Malaysia.
Tadinya untuk perjalanan saya dari KLIA ke Hotel China Town, akan menggunakan Grab. Tetapi ada perempuan sekitar umur 28 tahunan dari Surabaya, mengajak saya berangkat barsamaan. Sebab dirinya mau dijemput oleh suaminya yang bekerja di Kuala Lumpur. Saya pun sulit untuk menolak. Selain ngirit ongkos, saya pun masih kebingungan untuk menuju ke hotel yang sudah saya booking sebelumnya.
Selama perjalanan menuju ke China Town, Pudu, Kuala Lumpur, saya memperhatikan keadaan kota yang amat jauh berbeda di Indonesia. Yaitu, sulit menemukan sampah. Jalanan di perkotaannya sangat bersih. Meski sebenarnya di kota Cianjur pun ada beberapa jalan yang bersih, tetapi kalah bersihnya dengan Malaysia.
Selain bersih, di Malaysia, jarang sekali masyarakatnya menggunakan sepeda motor. Mereka pengendara mobil semua. Bahkan selama perjalanan itu pun saya perhatikan dengan teliti, saya tidak menemukan tempat parkir motor. Sekali saya menemuka pengendara motor. Motor yang dipakainya adalah motor Kawasaki Ninja.
Di pertengahan jalan menuju hotel saya, ternyata mobil milik suami perempuan Surabaya itu, mogok. Ada masalah di gigi mobilnya. Setelah berhenti sejenak, suaminya menelpon montir, bahasa dipakai untuk komunikasi, tentu saja paka bahasa melayu. Hanya menunggu lima menit, montir datang, dan mobil tengah diperbaiki. Hanya untuk memperbaiki mobilnya, harus dibawa ke bengkel si montir itu. Akhirnya kami memutuskan untuk naik Grab. Kami pun naik Grab berbarengan. Setelah sampai di hotel mewah dekat menara kembar Petronas, mereka ke luar dan membayar Grab tunai, dan untuk perjalanan dari menara Petronas ke Hotel Pudu China Town, tentu saja, saya dibiayi oleh suami mbak Surabaya itu. Bahkan ada kembaliannya, lumayan buat beli makan malam. (Bersambung...)
Terusan cerita perjalanan ke Malaysia bisa diklik di sini dengan judul yang hampir sama "Traveling sambil Bersastra di Kuala Lumpur dan Johor Malaysia (Bag. 2)"
Aaakkk, seru bangeett traveling sambil menyelami dunia sastra
BalasHapusPastinya menyenangkan bertemu sosok2 yg antusias dg literasi,plus bisa menghirup udara segar di Malaysia ya Kak
Keren sangaaattt!
Iya mbak beruntung pergi k sana karena undangan kegiatan. Dan isi kegiatannya sebenarnya kebanyakan jalan jalan memperkenalkan tempat tempat di sana, namun di tempat tempat itulah kami bergiat sastra. Beruntungnya lagi, sepulang dari kegiatan, panitia yang juga pemerintahan di sana memberi angpau kepada semua sastrawan yang hadir. Sungguh apresiasi yang luar biasa. Di sana sastrawan itu digaji mbak. dihargai. Keren kan.
HapusAku beloom peemah ke Malaysia nih. Wow, mas beruntung banget ya dapat undangan...sambil menyelam mimi susu deh hehehe. Asiknya ada barengan jadi hemat tuh hihihi. Pengen ke Menara Petronas juga aku tuh 😊
BalasHapusIya mbak.. dan mimi susunya manis lagi. Hehe. Petronas keren mbak.. apalagi sewaktu malam.
HapusKayaknya itu KLIA 2 ya, Mas? Memang enak di KLIA 2. Pesawat delay bisa jalan-jalan dulu di dalam bandara. Tapi, kalau di KLIA 1 lumayan ngebosenin :D
BalasHapusBetul mas. Jadi klo kelupaan bawa oleh oleh. Bisa belanja dlu d sana.
HapusAlhamdulillah bisa mengunjungi Malaysia, traveling sambil bersastra.Kerennyaaa
BalasHapusOh ya, tentang lapangan terbang, saya saat kecil dulu di Jawa Timur, jauh sebelum kata 'bandara' mengemuka, menyebut airport dengan 'lapangan terbang'. Sekitar tahun 80-an masih pakai istilah ini.Hihi
Saya belum pernah ke KLIA, sempat sehari ke Johor Bahru karena nyebrang dari Singapura waktu traveling ke sana
hehe... bagiku waktu itu sangat asing mbak. maklum saya tinggal di pedalaman jawa barat. jadi belum sempat dengar istilah lapangan terbang. hehe. tapi sebenarnya istilah lapangan terbang sudah masuk ke dalam KBBI jg. hanya saja pada umumnya di Indonesia sering kita sebut 'Bandar Udara' dan atau kata lainnya sering disebut 'bandara". Tapi kalau menurut saya 'Lapangan Terbang' terasa lebih puitis ya....
HapusAhhh ke KL sama Johor bahru aku yang udah pernah. Cuma ga ditulis juga wkwkwk.. mau ke Malaysia lagi tapi kayaknya sabah sarawak via pontianak bakal seru juga neeh.. abis pandemi lah mau kuy
BalasHapusPengalaman pertama selalu menarik buat diceritakan ya, Kang. Aku juga pertama ke LN, tulisan ngaburudul terus :D Btw, semasa kecil di Aceh aku juga nyebut bandara dengan "lapangan terbang".
BalasHapusHahahaa...mbak Surabaya, apa ga kenalan sih mas biar bisa nyebut namanya. :)
BalasHapusMenarik juga ya kalau punya pengalaman menjelajah tempat lain di bumi ini selain kota kelahiran kita. Mantap.
Bicara soal Malaysia saja jadi ingat tahun 2019 pernah diundang untuk event RWMF (Rainforest World Music Festival), walau pun bukan pertama kalinya ke negeri tetangga tapi happy banget karena pastinya gak sekedar jalan-jalan tapi juga belajar.
BalasHapusWahhh ternyata ajakan yang dari email itu beneran ada yaa, aku sempet pernah dapat email juga yang mirip-mirip seperti itu.. Mulai dari tour sampe perjalanan dengan biaya lebih mudah dari harga aslinya ke berbagai tempat. Mungkin harus lebih telili lagi sih, dan di verifikasi kebenarannya
BalasHapusTernyata ceritanya mirip mirip waktu aku pertama kali ke KL. Sekarang nagih pengen kesana lagi. Bener banget ih, jadi inget pas lagi tersesat di KLIA saking luasnya. Bahkan tasku sampe putus karena buru - buru takut ketinggalan rombongan wkwkwk seru banget.
BalasHapusAsyik banget bisa dapat undangan kayak gini. Jadi ke Malaysia dapat dua-duanya, ya dunia sastranya, ya jalan-jalannya. Semoga nanti dapat undangan lagi ke negara lain. Aamiin.
BalasHapusDulu waktu tinggal di Batam, saya belum pernah ke Malaysia. Yang sudah cuma ke Singapura. Dan kalau baca ini, ternyata sama ya kondisinya: bersih banget dan minim motor.
BalasHapusSaya sangat setuju masalah kesadaran Masyarakatnya yang sangat Menjaga kebersihan. Keren banget sih ini Dan harusnya dicontoh oleh Kita ya
BalasHapus